Papa dan Islam yang Penuh Kasih Sayang

"Mas Agus ini, sering menyenangkan hati orang lain tanpa memperhatikan dirinya sendiri."


Salah satu pelajaran yang aku dapatkan dari sakit hingga kepulangan papa adalah tentang mengasihi orang lain. Sejak papa sakit, papa menghabiskan waktunya di rumah bersama mama. Apakah mereka berdua kesepian? Aku pikir enggak.

Ketika papa dirawat di rumah sakit, setiap jam bezuk, pasti selalu ada teman papa atau teman mama yang datang menjenguk. Bahkan, beberapa teman papa nekat bohong ke satpam agar bisa masuk untuk menjenguk di luar jam bezuk.
Ketika papa dirawat di rumah, setiap hari selalu ada yang datang berkunjung ke rumah dan nggak cuman satu kali atau satu orang. Minimal tiga lah.

Aku tahu papa punya buanyak teman. Buanyak. Tapi aku nggak nyangka hingga sebuanyak itu.

Apalagi saat papa berpulang.
Call me lebay, but I swear.. terlalu banyak yang datang hingga satu gang penuh oleh kerabat.
Nggak hanya satu gang, bahkan mobil-mobil terparkir hingga hampir keluar perumahan.
Solat jenazah udah kayak solat Jumat.
Dan, terlalu banyak yang benar-benar menangis hingga meraung-raung karena menyesal belum sempat bertemu papa.

People keep telling us, "Papamu orang baik. Aku yakin papamu khusnul khatimah.", "Papamu pernah bantu aku.", "Wah saya kangen dipanggil Pak Agus dari jauh, suaranya banter"--dan segala kebaikan papa disebutkan.

Dari berbagai kejadian tersebut, aku baru benar-benar menyadari bahwa papa adalah orang yang baik dengan sesama.

Papa bukan muslim yang ibadah terus. Ibadah yang bisa dilakukannya, ya dilakukan dengan maksimal. Sesederhana itu. Tapi hubungan sosialnya ternyata sebaik itu. Kasihnya kepada orang lain ternyata setulus itu. Papa nggak pernah menghakimi orang karena perbedaan. Papa bersahabat dengan mereka yang tidak bertuhan hingga mereka yang dekat dengan Tuhan. Papa bersahabat dengan mereka yang kyai hingga pendeta. Papa bersahabat dengan siapa saja dan senang untuk melihat sisi baik orang lain, meski hanya orang itu punya-semangat-kerja.

Seperti biasa, Tuhan suka sekali mengejutkanku. Ketika aku sedang banyak merenungi hubungan sosial Papa, Tuhan mengantarkanku pada hal-hal yang menguatkanku bahwa Islam adalah agama yang mengedepankan hubungan sosial, Islam adalah agama yang berbasis kasih dan kebaikan. Bukan hukum dan ibadah semata.

Tiba-tiba Tuhan mempertemukanku dengan buku Dari  Allah Menuju Allah, kemudian vlog-vlog Habib Husein, teman-teman yang bisa diajak diskusi, kyai yang menegaskan bahwa 'menebarkan salam kepada siapapun (tidak memandang SARA)' adalah ibadah yang disenangi Tuhan, dan lain sebagainya.

Papa memang tidak pernah menyuruh kami untuk mengasihi orang lain. Tapi kami belajar dari sikap papa.
Papa bukan ayah yang hobi nuturi atau memberikan nasihat. Tapi kami belajar dari kejadian yang dialami papa.
Papa bukan muslim yang sehariannya digunakan untuk melakukan ritual ibadah. Tapi kami belajar dari kehidupan sosial papa.
Kami belajar dari papa bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih, cinta, dan Rahmatan Lil Alamin.

"Kalau mau ngasih orang, kasihlah barang yang mereka nggak bisa beli sendiri."

Hingga akhirnya, hati papa sudah lelah dan Tuhan ingin papa kembali.




PS.
Jika kamu membaca ini dan kamu Muslim, aku boleh minta Al Fatihah untuk papaku?
Jika kamu beragama lain, tentu aku juga minta doamu untuk papaku ya. 

Tentu, jika kamu berkenan :)

No comments:

Post a Comment