Melepas Impian (1)

"Tuhan mengabulkan doa di saat aku sendiri sudah lupa untuk memanjatkannya." - Status Lineku sekitar empat tahun yang lalu.
Pada suatu pertemuan di kelas Psikologi Positif, dosen saya, Prof Kwartarini menuntun kami untuk melakukan dream building. Singkatnya, dream building itu adalah memvisualisasi dan merasakan mimpi kami dengan detil dalam keadaan relaksasi dalam. Kala itu mimpi yang kami visualkan adalah mimpi untuk wisuda di tanggal yang sudah kami tentukan dan inginkan.

"Buat sedetail mungkin ya. Tanggal kalian ujian, bulan, tahun, waktunya.. tempatnya di mana kalian bakal ujian.. sampai wisudanya juga dibuat seperti itu."

Sebagai salah satu kaum yang meyakini mimpi-itu-gratis-maka-bermimpilah, ya sudah saya tuliskan dengan detail semuanya, saya visualkan dan rasakan dengan detail semuanya bahkan saya membayangkan kelak saat wisuda ada pendampingnya. Oh ya tentu keluarga saya. :)

Beberapa waktu setelahnya, saya bertemu dengan Prof Kwartarini untuk konsultasi karena besoknya saya harus menerapi beberapa orang dream building tersebut.

"Kamu gimana kemarin waktu (saya terapi) dream buildingnya?" Tanyanya.
"Saya bisa kok Bu memvisualkan semuanya, bahkan sampai saat ini saya masih ingat warna kebaya wisuda saya."
"Lho jangan. Jangan kamu kekepi (genggam) terus. Lepaskan. Biar semesta yang bekerja."
"Oh gitu ya Bu? Berarti konsepnya beda dengan law of attraction yang semakin kita memikirkan suatu hal maka sesuatu itu akan datang ke kita?"
"Dikuatkan boleh. Misal ketika mau tidur, kamu memvisualkan kembali, seperti apa.. Tapi ketika sedang beraktivitas seperti ini, dilepaskan."

I got it.

Tepat setelah saya selesai menerapi klien-klien saya, saya bertemu dengan seorang teman di ruang tunggu lantai tiga. Kami berbincang tentang target dan impian.

"Aku ini Lak, selalu punya target-target di hidupku." Katanya. "Abis lulus pengen kerja di sini, lalu pengen nikah di usia segini, lalu pengen punya anak setelahnya. Tapi ada hal yang akhirnya menjadi titik balik, bahwa ternyata ada kekuatan di luar kekuatan kita."
"I see."
"Pas aku narget pengen punya anak, ternyata aku ngga kunjung bisa punya anak. Aku usaha ini itu dan sebagainya.. sampai akhirnya aku menyerahkan dan mengikhlaskan ke Tuhan. Ketika aku sudah mengikhlaskan, alhamdulillah akhirnya aku bisa punya anak."

Dari dua kisah tersebut aku belajar tentang kekuatan melepaskan.
Mungkin ada beberapa keinginan kita yang bener-bener kita genggam, kita kekepi terus sampai membuat kita capek sendiri. Buruknya, ketika kita ngga mendapatkan keinginan itu, kita bisa kecewa, marah, dan uring-uringan. Padahal memilikinya saja belum pernah.

Melepaskan bukan berarti kita pasrah nggak melakukan apa-apa. Ngikut ke mana air mengalir. No.

Melepaskan itu menurutku adalah sesuatu yang berat. Perlu usaha, perlu waktu. Apalagi melepaskan ke yang Maha Pemilik Hidup ini. Melepaskan dengan artian mengikhlaskan bahwa yang menjadi ketentuan-Nya bagi kita adalah yang terbaik.

Mengikhlaskan bahwa kadang ada banyak hal yang ngga bisa kita lakukan karena kita sebatas manusia.

No comments:

Post a Comment