Yang kuyakini, mencintai itu berasal dari dua hal, menerima dan memaafkan.
Beberapa hari sebelum akhirnya balik lagi ke Jogja setelah liburan panjaaaang sekali, ayah dan ibuku memutuskan untuk liburan beberapa hari di Jogja sekalian untuk mengantarkan aku dan adikku balik ke perantauan. Kami juga mengajak oma kami (nenek ku), karena oma kami suka sekali jalan-jalan meski hanya duduk di mobil, melihat-lihat jalanan dan mengomentari apa yang ia lihat (Salah satu yang bikin kami ngga ngantuk adalah komentar oma kami yang lucu-lucu).
Kami memutuskan untuk menginap di sebuah hotel yang nggak begitu mahal, tapi juga nggak begitu murah. Ya ngga apa lah, jarang juga nginep di hotel, pikir kami saat itu.
Keesokan paginya, kami sarapan di restoran hotel. Sebagai anak kosan yang biasanya nggak sarapan karena keterbatasan waktu dan uang saku (lebih tepatnya mengalokasikan untuk hal lain :) wkwk), aku excited karena bisa makan banyak hal di sana. Apalagi setelah menjalani diet gagal selama liburan yang membuatku ngga bisa makan bubur ayam Bandung enak di Semarang, tujuan pertamaku tentu bubur ayam.
Suapan pertama, aku mensyukuri bubur ayam hangat yang enak ini. Suapan kedua aku sadar bahwa ada yang salah dengan bubur ayam ini. Bubur ayam ini keasinan banget. Asli. Tapi ya namanya Bianglala, tetep dihabisin aja. Setelah bubur ayam, aku nyobain makanan yang lain yang ternyata juga keasinan (ya kecuali roti tawar, susu, air putih, jus).
Ternyata nggak cuman aku yang merasa kalo makanan ini keasinan, keluargaku pun demikian, apalagi omaku yang pinter masak, pasti baginya makanan ini banyak salahnya. Akhirnya kami bilang ke staf hotel kalo makanannya keasinan dan mereka berjanji akan make it better untuk makanan besok.
Keesokan harinya, karena udah agak kapok sama bubur ayamnya, aku makan nasi goreng. Selain bubur ayam, nasi goreng juga salah satu makanan yg kusyukuri karena aku suka nasi goreng. Suka sekali. Meski aku pernah makan nasi goreng yang jauh lebih enak daripada nasi goreng hotel ini (nasi goreng babat Pak Karmin di Semarang, kalian harus coba), aku bersyukur karena nasinya itu tipe yang kering dan nggak blenyek, terus kecapnya nggak kebanyakan, dan yang pasti karena aku udah lama sekali nggak sarapan nasi goreng (GARA GARA DIET).
Selagi aku makan, omaku dan ibuku mengomentari makanan yang tetep nggak bener ini. Aku mengakui sih, masih keasinan, masih begini, begitu, dan sebagainya. Berarti memang standar cita rasa makanan mereka segini aja levelnya.
Tapi aku dapat sesuatu dari makanan hotel ini.
Kadang ada hal yang nggak bisa kita ubah di dalam hidup. Apapun itu. Kita nggak punya kontrol yang besar untuk mengubah meski kita udah berusaha. Yang bisa kita lakukan ya hanya menerimanya dan mencari sisi baik dari hal tersebut agar kita bisa lebih bersyukur.Dari makanan hotel yang kurang enak ini aku belajar, bahwa dua cara untuk mencintai hidup yang sebenernya penuh keindahan ini adalah menerima dan mencari sisi baiknya.
No comments:
Post a Comment