Ternyata pertolongan Tuhan nggak berhenti di hari saya selesai daftar sidang.
Besoknya, sekitar pukul sembilan, saya terbangun dari tidur paska subuh karena dering telepon dari ibu saya. Ibu saya menanyakan apakah saya benar-benar yakin akan sidang tanggal 26 di mana hari itu adalah hari terakhir pendaftaran wisuda untuk periode Mei. Karena satu dan lain hal, akhirnya ibu saya cukup memaksa saya untuk mengusahakan agar bisa wisuda di Bulan Mei. Ini adalah kali pertama ibu saya memaksa di sepanjang proses pengerjaan skripsi (dan wisuda).
"Mbak, coba bilang Bu Ani biar sidangnya bisa sebelum tanggal 26."
"Pekewuh Ma. Bu Ani nggak pernah susah ke Mbak Lala, masa sekalinya beliau minta tanggal sidang, mbak Lala masih protes? Lagian kemarin Bu Ani abis ngeluh karena sibuk banget pekan ini."
"Dicoba dulu. Mama udah berdoa. Mbak Lala kan belum coba, bilang alasannya kenapa Mbak Lala mau wisuda Mei. Mungkin Bu Ani mau ngerti."
"Maaf Ma. Mbak Lala nggak mau."
"Mbak, dicoba dulu. Yang penting kan berusaha, kalau misal nggak bisa ya sudah, diserahkan ke Allah."
Kemudian saya pekewuh juga sama ibu saya. Ibu saya tau betul kapan harus mengerti keadaan anaknya, tau kapan harus memaksa anaknya. Akhirnya dengan perasaan yang cukup ogah-ogahan, saya mengirim pesan ke Bu Ani, meminta agar Bu Ani berbaik hati meluangkan waktu agar saya bisa sidang sebelum tanggal 26. Saya pun nggak banyak berharap saat itu, karena saya tau betul jadwal Bu Ani udah padat sekali. Saya mengirim WA ke Bu Ani hanya untuk menyenangkan hati ibu saya.
"besok Jumat jam 11-13. Monggo. Silakan ke Pak Wagiman."
Cukup satu pesan dengan penjelasan mengapa saya mengejar wisuda di Bulan Mei dan Bu Ani dengan cepat membalas demikian. Sudah nggak ada alasan lagi untuk nggak bersyukur karena apa yang saya pikir bakal sulit, ternyata mudah sekali. Tuhan untuk kesekian kalinya mengabulkan doa Ibu saya.
Kemudian permasalahan berikutnya: Me-lobby Pak Wagiman.
Pak Wagiman adalah staf bagian akademik yang ngurus skripsi. Karena ngurus dari hal workshop skripsi sampe menentukan waktu sidang dan me-lobby dosen-dosen penguji untuk ratusan mahasiswa di fakultas saya, tentu kadang Pak Wagiman ini gampang-gampang syuse.
Sepanjang jalan dari kosan ke kantor akademik, saya muter otak agar Pak Wagiman berkenan mengabulkan permintaan ibu saya agar saya bisa sidang di hari Jumat yang notabene tiga hari lagi. Karena jika menurut sistem, minimal harus nunggu seminggu dari pendaftaran sidang sampai sidangnya.
Sampai membuka pintu ruang akademik, saya belum mendapatkan kata-kata pembujuk untuk Pak Wagiman. Namun ternyata saya nggak perlu kata-kata itu. Karena di meja Pak Wagiman, Bu Ani sedang me-lobby beliau.
Tuhan memang nggak memberikan saya ide untuk ngomong ke Pak Wagiman, karena Dia memberi lebih. Dia memberi jalan yang lebih baik. Mengejutkannya lagi, ternyata Pak Wagiman sedang menuliskan nama dan jadwal sidang saya di kertas pendaftaran sidang. Yang tadinya Rabu, 26 April 2017 menjadi Jumat, 21 April 2017.
Saya meluk Bu Ani.
Saya nggak meluk Pak Wagiman.
Secara resmi, saya sidang tanggal 21 April 2017.
No comments:
Post a Comment