"I will not kiss you... Cause the hardest part of this is leaving you."Terdengar lantunan lagu Cancer-nya My Chemical Romance yang di-cover Twenty One Pilot dari radio. Saat itu saya dan keluarga sedang dalam perjalanan hendak melayat almarhumah ibu sahabat ayah saya. Sesampainya di rumah yang bersangkutan, kami menyalami dan mengucapkan bela sungkawa kepada sahabat ayah saya beserta istri dan keluarganya.
Saya cukup kenal dengan sahabat ayah saya itu. Hampir sama seperti ayah saya, ia adalah sosok bapak-bapak yang santai dan kerap bercanda. Namun hari itu raut wajahnya jelas menunjukkan kesedihan. Bagaimana tidak sedih, ia dipaksa berpisah dengan orang yang ia cintai.
Kemudian saya jadi ingat kejadian yang menimpa saya beberapa waktu yang lalu. Bibi (penjaga kos) saya cerita bahwa setelah tahun baru nanti beliau akan berhenti bekerja. Bibi bercerita dengan mata yang hampir berkaca-kaca. Saya bisa melihat keresahannya ketika akan tidak lagi bekerja di kos saya, mau ke manakah ia? Kemudian ia bilang bahwa yang nantinya akan menggantikannya adalah seorang laki-laki yang sudah cukup tua.
Saya dan Gemintang (adik saya) sudah sangat nyaman tinggal di kosan ini. Walau beberapa kali ibu kami meminta kami untuk pindah karena lingkungannya yang sepi, tapi kami sudah sangat nyaman. Hampir semua yang kami butuhkan sudah ada di sini. Keberadaan Bibi pun merupakan salah satu yang kami butuhkan. Bibi sangat baik, suka basa-basi yang menyenangkan untuk sekedar bertanya "udah makan, Mbak?" "udah pulang, Mbak?", "hati-hati ya, Mbak.", tapi ia tidak kebanyakan ikut campur urusan kami dengan bertanya-tanya hal-hal sensitif. Bibi juga membuat kami merasa aman. Setiap malam ia duduk di ruang TV menonton acara dangdut kesukannya. Saya dan Gemintang yang memang penakut menjadi tidak takut jika harus mondar-mandir dari kamar ke kamar mandi. Bibi lebih dari sekedar membersihkan rumah. Maka, kami merasa tidak nyaman jika penjaga kosan ini adalah laki-laki. Pasti akan lebih banyak kesulitan. Ditambah penjaga tersebut tidak akan bisa menggantikan keberadaan bibi.
Walaupun jauh berbeda, saya beserta adik saya dan sahabat ayah saya mengalami sesuatu yang saya sebut dengan dipaksa berpisah. Saya dan adik saya dipaksa berpisah dengan bibi dan kosan yang kami sudah nyaman dengannya. Sahabat ayah saya dipaksa berpisah dengan ibu yang ia cintai.
Saya tidak suka berpisah dengan hal yang saya sukai. Apalagi berpisah yang dipaksa. Saya tidak punya kuasa untuk menahan Bibi untuk tidak berhenti bekerja, sahabat ayah saya tidak punya kuasa untuk menahan sang ibu untuk tetap hidup. Kami sama-sama tidak punya kuasa.
Mungkin hampir semua perpisahan terjadi karena kita sudah tidak punya kuasa lagi untuk mempertahankan. Satu-satunya yang bisa kita kuasai adalah rasa ikhlas. Saya harus ikhlas melepas kepergian bibi dan ikhlas meninggalkan kosan saya yang nyaman. Begitu pula dengan sahabat ayah saya yang harus ikhlas ditinggalkan oleh sang ibu.
Seperti yang sudah pernah saya bilang, people come and go. Kita tidak punya kuasa untuk menahan mereka untuk senantiasa bersama kita selamanya. Bahkan yang sudah terikat dengan kartu keluarga dan buku nikah sekalipun, karena sungguh ada pemilik yang lebih berkuasa dan berhak untuk mengambil mereka kembali. Entah Sang Pemilik akan tempatkan di sisi-Nya atau memang Ia merasa titik temu orang tersebut dengan kita sudah usai.
Sungguh satu-satunya yang bisa kita kuasai adalah rasa ikhlas. Dan itu tidak mudah.
Bahkan suatu saat nanti, kita pun akan berpisah dengan diri kita sendiri.
"Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami." - Novel Rindu, Tere Liye.
No comments:
Post a Comment